Senin, 27 Juli 2009

UPAYA MENCAPAI PUASA KHOWAS

DR. KH. Zakky Mubarak, MA

I. Pendahuluan

Puasa Ramadhan merupakan ibadah yang diwajibkan bagi setiap muslim, dijelaskan dalam al-Qur’an surat Al-Baqarah : 183 – 187. Dalam ayat tersebut diuraikan mengenai peraturan-peraturan yang berkaitan langsung atau tidak langsung tentang ibadah puasa di bulan suci itu. Tujuan puasa adalah membentuk insan muslim menjadi manusia beriman dan bertaqwa, yang senantiasa mentaati Allah s.w.t. dan menjauhi larangan-Nya.

Setiap insan muslim yang bertaqwa, akan meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat, serta memperoleh kesuksesan dalam segi kehidupannya. Apabila puasa Ramadhan dikerjakan secara sungguh-sungguh sesuai Al-Qur’an dan Sunnah, pasti akan membentuk manusia muslim menjadi orang-orang bertaqwa, yang selalu memperoleh bimbingan dan ridha-Nya.

Melaksanakan puasa Ramadhan sesuai dengan bimbingan syariat Islam, dan dihayati secara mendalam, akan menanamkan sifat kepatuhan dan kepasrahan yang utuh dalam diri setiap orang terhadap Allah s.w.t. Hal ini merupakan langkah awal untuk meraih derajat taqwa.

Sikap taqwa terhadap Allah s.w.t., meupakan kumpulan kebaikan dan dasar keutamaan dalam kehidupan manusia. Segala perintah dan larangan yang tercantum dalam Al-Qur’an maupun Sunnah yang diperuntukkan bagi orang-orang mukmin, selalu ditekankan pengaruhnya yang bersifat kerohanian dan sekaligus membentuk sikap mental. Dengan mentaati segala perintah Allah s.w.t. dan menghindari segala larangan-Nya, manusia akan memiliki sikap hidup yang baik dan terpuji, dalam kehidupan lahir dan batin. Ini merupakan satu sarana untuk menuju tingkatan puasa khowas dan menuju ketaqwaan yang sempurna sebagai tujuan akhir dari ibadah puasa yang kita kerjakan.

II. Tingkatan-Tingkatan Puasa

Tingkatan puasa secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu : (1) Puasa orang-orang awam, (2) puasa orang-orang khusus, (3) puasa yang paling khusus dari yang khusus. Puasa orang-orang awam adalah meninggalkan makan, minum dan bercampur dengan istri serta segala yang membatalkan puasa secara lahiriah. Puasa seperti ini belum dapat meningkatkan kemampuan batin dan mentalnya ketingkat yang lebih tinggi, seperti menahan hawa nafsu, menjaga lisan, tangan, dan anggota-anggota badannya dari hal-hal yang tercela.

Puasa orang-orang khusus adalah puasa orang awam dengan beberapa peningkatan diantaranya mampu menahan hawa nafsu, pendengaran, penglihatan, lisan, dan seluruh anggota badannya dari perbuatan yang tidak terpuji. Sedangkan puasa kelompok paling khusus misalnya hatinya ikut berpuasa dari niat dan kecenderungan yang rendah, melepaskan diri dari memikirkan kemewahan dunawi serta memalingkan diri secara total dari segala sesuatu yang selain Allah s.w.t.

Puasa dalam tingkatan seperti ini, telah dianggap rusak apabila sudah dinodai oleh angan-angan atau berfikir pada sesuatu selain dari Allah s.w.t. dan hari akhir. Atau dengan memikirkan dunia, kecuali yang dimaksudkan untuk kepentingan agama yang mengaitkan dengan bekal akhirat serta menafikan kehidupan duniawi.

Mengenai puasa khowasul kwowas beberapa orang yang telah mencapai pencerahan nuraninya (Arbab al-Qulub) berkata :

“Siapa yang tergerak himmahnya (keinginan) untuk mengerjakan sesuatu di siang hari, pada saat ia berpuasa, guna mendapatkan sesuatu yang disantap pada saat berbuka, maka tindakan seperti itu sudah dicatat sebagai perbuatan dosa”.

Sikap seperti ini merupakan suatu penjelasan dari kurangnya kepercayaan terhadap karunia Allah s.w.t. serta minimnya keyakinan terhadap rizki yang dijanjikan kepadanya. Puasa dalam tingkatan ini adalah puasa para Nabi, Shiddiqin (orang-orang yang sangat jujur dan tulus) dan muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah). Menghadapkan diri sepenuhnya kepada Allah s.w.t. serta memalingkan diri dari segala sesuatu selain Allah s.w.t. adalah merupakan manifestasi dari firman-Nya :

“Katakanlah! Allah, kemudian biarkanlah mereka bermain-main dalam kesesatannya”. (QS. Al-An’am [6] : 91).

Tingkatan puasa khowas ini dapat dicapai dengan jalan menjaga seluruh anggota tubuh dan perbuatan dari aktivitas yang mendatangkan dosa. Untuk mencapai kesempurnaan dalam tingkatan puasa khowas ini biasa diraih dengan melakukan aktivitas, antara lain; (1) Dengan menjaga dan menundukkan pandangan mata sehingga tidak melihat segala sesuatu yang tercela atau yang dapat mengganggu kebersihan hati seseorang sehingga membuatnya lalai kepada Allah s.w.t.

“Sekilas pandangan mata adalah merupakan anak panah berbisa dari anak panah-anak panah iblis yang terkutuk. Maka barang siapa yang menahan dirinya dari pandangan seperti itu karena rasa takut kepada Allah s.w.t., maka Allah akan memantapkan imannya dan merasakan kelezatan iman tersebut dalam hatinya”. (H.R. Al-Hakim)

“Ada lima hal yang dapat membatalkan (menghilangkan pahala) puasa seseorang yaitu : berbohong, bergunjing, mengadu domba, bersumpah palsu, dan memandang dengan syahwat”. (H.R. al-Azdy).

Selanjutnya (2) menjaga lisan dari perkataaan yang sia-sia, menghindari dusta, bergunjing, memfitnah, mencaci maki, menyinggung perasaan orang lain, mengobarkan permusuhan, dan melakukan perdebatan yang berlarut-larut. Sebaliknya hendaklah ia menjaga lisannya agar diam dengan menyibukkan dzikir kepada Allah s.w.t. dan membaca Al-Qur’an. Bisyr bin al-Harits meriwayatkan ucapan Sofyan al-Tsauri, ia berkata :

“Gunjingan dapat merusak puasa”.

Demikian pula apa yang dikatakan oleh Laits dari Mujahid, ia berkata :

Dua hal dapat merusak puasa seseorang yaitu gunjingan dan berkata dusta”.

“Puasa adalah perisai (dari perbuatan dosa). Oleh karena itu apabila salah seorang diantaramu sedang berpuasa, maka janganlah mengucapkan perkataan yang keji dan jangan membangkitkan syahwat. Dan apabila ada seseorang yang menantang untuk berkelahi atau memaki kepadanya, hendaklah ia berkata aku sedang berpuasa, aku sedang melaksankan puasa”. (H.R. Bukhari& Muslim).

Aktivitas selanjutnya (3) menjaga pendengaran dari segala yang tidak disukai menurut ajaran agama, karena segala sesuatu yang haram diucapkan juga haram untuk didengarkan. Karena itu Allah s.w.t. menyamakan kedudukan antara orang yang sengaja mendengarkan sesuatu yang diharamkan dan orang yang memakan harta haram, sebagaimana firman-Nya :

“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong dan memakan harta yang haram”. (QS. Al-Maidah [6] : 42).

“Mengapakah orang-orang alim mereka serta para pemimpin agama mereka tidak melarang mereka mengucapkan perkataan bohong dan memakan yang haram?!”. (QS. Al-Maidah [6] : 63).

Siapa yang membiarkan pergunjingan dan tidak berusaha untuk menghilangkannya termasuk dalam perbuatan yang haram sebagaimana dijelaskan firman Allah :

“Dan Allah telah menurunkan kepadamu dalam al-Qur’am , bahwa apabila kamu mendengarkan ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan, maka janganlah kamu duduk bersama mereka sampai mereka membicarakan hal yang lain. Karena (apabila kamu tetap bersama mereka) kamu adalah serupa dengan mereka”. (QS. An-Nisaa [4] : 140).

Kegiatan selanjutnya (4) mencegah semua anggota badan dari perbuatan yang diharamkan. Menjaga perut dari makanan yang tidak halal, tidak makan secara berlebihan meskipun makanan itu halal dan melakukan aktivitas-aktivitas lain yang mengarah kepada yang diridhai Allah s.w.t. Kemudian (5) menyederhanakan diri dan tidak berlebihan ketika berbuka, sebab satu tujuan puasa adalah mengosongkan perut dan mematahkan hawa nafsu, agar jiwa menjadi kuat untuk meningkatkan keimanan dan ketaqwaan. Maka jika alat pencernaan seseorang dikosongkan sepanjang hari sampai malam, sehingga selera makannya bergejolak dan keinginannya semakin kuat, kemudian menyantap segala macam makanan yang lezat-lezat sekenyang-kenyangnya, maka kesenangannya bertambah dan kekuatannya menjadi berlipat ganda. Bahkan berbagai syahwat dan hawa nafsunya yang tadinya terpendam, akan muncul dengan segala kerakusannya. (al-Ghazali, Ihya Ulumudin, Vol 1, Beirut : Darul Fikr, t.t. hlm. 234 – 236).

Demikianlah beberapa cara untuk mencapai puasa khowas yang bisa mengantarkan kita kepada kebaikan dan keutamaan, yang cukup memadai meskipun belum mencapai tingkatan puasa yang paling khusus.

III. Penutup

Pembagian puasa sebagaimana disebutkan di atas dengan tiga tingkatan merupakan kenyataan yang dialami dalam kehidupan umat Islam. oleh karena itu, kita harus bisa meningkatkan diri dari tingkat puasa yang rendah ke tingkat yang lebih tinggi, meskipun tidak mencapai puasa tertinggi, cukup bagi kita menduduki peringkat kedua yaitu puasa khowas. Semoga kita dapat meraihnnya. Amiin.

Tidak ada komentar:

Selamat Datang .............!!!!

Selamat Datang .............!!!!
Selamat Datang Diblog Sadengkaum-online

PENDIRI DAN PENGASUH PONDOK PESANTEN AL-I'TIDA SADENGKAUM

PENDIRI DAN PENGASUH PONDOK PESANTEN AL-I'TIDA SADENGKAUM
K.H. Abdul Karim adalah Pendiri Pondok Pesantren AL I'TIDA yang sekarang diasuh oleh Anak-anaknya karena kesibukannya dalam memenuhi panggilan mengajar / ceramah di luar pesantren, tidak meninggalkan pondok pesantren sepenuhnya dan jumlah murid di pondok pesantren ini 120 murid. Kalau melihat dari sosok pendiri ini adalah pekerja keras, tekun, ulet, penuh dedikasi terhadap ponpes dan dilingkungan warga masyarakat, cara memberi pelajaran ataupun ceramah penuh dengan humor tidak menghilangkan pokok dari pelajaran, Sekarang ini Ponpes Al I'tida sedang membangun ponpes baru melihat kondisi murid semakin banyak dan perlu bantuan dari para DONATUR untuk membangun Ponpes Al I'tida ini